Bikin Film: Susah-susah Gampang!
Senin-Rabu kemarin, kami (team 3 orang) disibukkan dengan urusan peng-editan gambar untuk dijadikan film. Ini guna memenuhi tugas tekmul, seperti yang sebelumnya pernah saya ceritakan. Ternyata baru kusadari bahwa selain pengambilan gambar yang susah, pengeditan gambar juga lumayan njelimet dan kompleks. Kami mesti geser sanalah, geser sinilah, razor sanalah, razor sinilah, cut sanalah, cut sinilah, ubah inilah, ubah itulah, dst...
Tapi AlhamduliLLAH saya dapet banyak ilmu dari proses 3 hari mendekam di kosta-an teman (Priadhana Edi Kresnha) itu. Sebut saja, ini menjadi pengalaman pertamaku bekerja dengan adobe premiere, movie maker, canopus procoder, dll. Kemudian istilah2 pengeditan film seperti render dan sejenisnya saya perdalam di sini. Selain itu untuk pertama kalinya saya berkenalan dengan makanan asing: CIMOL (aCI dikeMOL). Kalau namanya sih sudah lama saya kenal, kalau gak salah teman saya yg berinisial AB yang menggembar-gemborkan nama cimol. Enak juga sih... Nah cimol inilah yang menemani kami dengan setia dalam proses pengeditan film..
Tapi yang bener2 membuat saya menjadi gimanaa gituu.. adalah untuk pertama kalinya saya menjadi narrator film. Saya ngomong tanpa skenario lho.. Ya jadinya banyak yang mesti diulang deh.. Dan karena film ini resmi, maka bahasa yang digunakan juga rada2 resmi.. kata-katanya.. intonasinya.. dstnya. Alhasil ketika mendengar rekaman narasi yang saya bacakan, saya jadi ketawa sendiri mendengar omongan saya dalam film yang aneh dan sebenarnya jarang saya gunakan dalam percakapan sehari-hari. Intonasinya itu lho...
Dalam film berdurasi 16 menitan itu, kami menggambarkan keadaan Indonesia dari segi negatif. Namun narasi yang ditampilkan adalah kebalikannya. Misalnya gambar di film adalah kali yang penuh sampah, tapi narasinya berbunyi kalinya bersih.. dan seterusnya.. Kami juga menyertakan bagian behind the scene yang menggambarkan aktifitas pengeditan film sambil makan cimol. Pokoknya ini film yang aneh deh... Jangan sampai anda tonton...
Hasil akhir film ini dalam format .avi sebesar 3 GB, sedangkan setelah dikompress menjadi .mpg menjadi 180-an MB.
1 komentar:
Kumpulkan Kapas
Dikisahkan, ada seorang pedagang yang kaya raya dan berpengaruh di kalangan masyarakat. Kegiatannya berdagang mengharuskan dia sering keluar kota. Suatu saat, karena pergaulan yang salah, dia mulai berjudi dan bertaruh.
Mula-mula kecil-kecilan, tetapi karena tidak dapat menahan nafsu untuk menang dan mengembalikan kekalahannya, si pedagang semakin gelap mata, dan akhirnya uang hasil jerih payahnya selama ini banyak terkuras di meja judi. Istri dan anak-anaknya terlantar dan mereka jatuh miskin.
Orang luar tidak ada yang tahu tentang kebiasaannya berjudi, maka untuk menutupi hal tersebut, dia mulai menyebar fitnah, bahwa kebangkrutannya karena orang kepercayaan, sahabatnya, mengkhianati dia dan menggelapkan banyak uangnya. Kabar itu semakin hari semakin menyebar, sehingga sahabat yang setia itu, jatuh sakit. Mereka sekeluarga sangat menderita, disorot dengan pandangan curiga oleh masyarakat di sekitarnya dan dikucilkan dari pergaulan.
Si pedagang tidak pernah mengira, dampak perbuatannya demikian buruk. Dia bergegas datang menengok sekaligus memohon maaf kepada si sahabat “Sobat, aku mengaku salah! Tidak seharusnya aku menimpakan perbuatan burukku dengan menyebar fitnah kepadamu. Sungguh, aku menyesal dan minta maaf. Apakah ada yang bisa aku kerjakan untuk menebus kesalahan yang telah kuperbuat?”
Dengan kondisi yang semakin lemah, si sahabat berkata, “Ada dua permintaanku. Pertama, tolong ambillah bantal dan bawalah ke atap rumah. Sesampainya di sana, ambillah kapas dari dalam bantal dan sebarkan keluar sedikit demi sedikit.”
Walaupun tidak mengerti apa arti permintaan yang aneh itu, demi menebus dosa, segera dilaksanakan permintaan tersebut. Setelah kapas habis disebar, dia kembali menemui laki-laki yang sekarat itu.
“Permintaanmu telah aku lakukan, apa permintaanmu yang kedua?”
“Sekarang, kumpulkan kapas-kapas yang telah kau sebarkan tadi,” kata si sahabat dengan suara yang semakin lemah.
Si pedagang terdiam sejenak dan menjawab dengan sedih, “Maaf sobat, aku tidak sanggup mengabulkan permintaanmu ini. Kapas-kapas telah menyebar ke mana-mana, tidak mungkin bisa dikumpulkan lagi.”
“Begitu juga dengan berita bohong yang telah kau sebarkan, berita itu takkan berakhir hanya dengan permintaan maaf dan penyesalanmu saja,” kata si sakit.
“Aku tahu. Engkau sungguh sahabat sejatiku. Walaupun aku telah berbuat salah yang begitu besar tetapi engkau tetap mau memberi pelajaran yang sangat berharga bagi diriku. Aku bersumpah, akan berusaha semampuku untuk memperbaiki kerusakan yang telah kuperbuat, sekali lagi maafkan aku dan terima kasih sobat.” Dengan suara terbata-bata dan berlinang air mata, dipeluklah sahabatnya.
Netter yang luar biasa.…
Seperti kata pepatah mengatakan, fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Kebohongan tidak berakhir dengan penyesalan dan permintaan maaf. Seringkali sulit bagi kita untuk menerima kesalahan yang telah kita perbuat. Bila mungkin, orang lainlah yang menanggung akibat kesalahan kita.
Kalau memang itu yang akan terjadi, lalu untuk apa melakukan fitnah yang hanya membuat orang lain menderita. Tentu… jauh lebih nikmat bisa melakukan sesuatu yang membuat orang lain berbahagia.
www.lcc-ptc.com
Posting Komentar