Senin, Juli 31, 2006

ALLAH, berkahi mereka (dan kami)


Hari itu di perjalanan bermotor di daerah jalan raya condet, saya berpapasan dengan motor lain yang berlainan arah dengan laju motor saya. Dua lelaki sedang berboncengan. Tampak sebuah benda besar panjang dipegang dengan erat oleh laki2 paruh baya yang berada di posisi belakang. Pakaian bapak itu sangat sederhana. Dan benda yang dipegangnya adalah sebuah sepeda. Ya, sepeda biasa, tidak lebih tidak kurang. Taksiran saya, itu sebuah sepeda standard yang tidaklah mewah. Namun yang membuat kejadian itu istimewa bagi saya adalah sang bapak nampak dengan ikhlash membawa sepeda itu di pangkuannya. Nampak kerepotan memang, tapi tak ada keluh yang tampak dikeluarkan olehnya.


Saya mencoba menerka untuk siapa sepeda itu dan menerka pula skenario selanjutnya. Dalam salah satu terkaan saya adalah: sepeda itu untuk anaknya yang sudah lama menginginkan sepeda. Namun karena belum mencukupi untuk membeli sepeda, bapaknya baru hari itu dapat mengabulkan permintaannya itu. Tentu saja skenario selanjutnya adalah anaknya akan merasa sangat senang yang berimbas pada semakin eratnya hubungan keharmonisan rumah tangga.. dst.

Memang itu hanya sebuah terkaan dari saya. Namun bila itu yang terjadi bisa dibayangkan betapa istimewanya event tersebut. Betapa besarnya pahala yang didapatkan bapak itu.. Betapa... Betapa... Betapa...

====================

Terkaan saya bukan tanpa landasan. Banyak kejadian seperti itu yang nyata2 terjadi di kehidupan manusia. Maklumlah, anak (terutama yang masih kecil) sering kali meminta ini-itu kepada orang tuanya tanpa (mau) tahu seperti apa kondisi keuangan orang tuanya. Sedangkan di pihak orang tua, pintaan2 dari anak seolah menjadi sesuatu yang mau tidak mau harus dituruti sebagai bentuk kasih sayang dan tanggung jawabnya kepada buah hati. Dengan sekuat tenaga, atau bahkan dengan ngutang kanan-kiri, orang tua berusaha memperoleh uang untuk menyenangkan hati orang tuanya. Apalagi bila terkait dengan kesehatan anaknya yang sedang dirawat misalnya.

Wajarlah bila yang merengek2 itu anak kecil. Yah namanya juga anak kecil, mau lompat2an sana-sini kek, mau guling2an sini-sana kek, mau main2 selokan kek, mau main lumpur, kita tinggal bilang:"namanya juga anak2!". Tapi ada fenomena sekarang yang bikin saya kesel. Fenomena yang saya maksud adalah anak2 yang notabene bukan anak kecil lagi juga ikut2an budaya ngerengek-rengek kepada orang tuanya. Seakan tidak puas dengan apa yang sudah dimilikinya, anak remaja sekarang dengan lantang menuntut HP yang berwarna kepada ortunya karena sekarang HP b&w nya dah ketinggalan zaman. Ada juga yg sudah berwarna tapi menuntut untuk dibelikan HP yang ada kameranya. Ada yang udah berkamera, masih nuntut juga dibelikan HP baru karena gak bisa nyimpen data file office, dst.......... (sampai capek). Uh... gak mikir apa kalau di sisi lain ada orang yang gak mampu yang jangankan untuk beli HP.. ngeliatnya aja belum pernah.. Tidak cukupkah tayangan reality show yang menayangkan kesusahan masyarakat menyadarkan anak2 manja tersebut? Kurangkah cuplikan berita derita masyarakat yang diterpa bencana di sana-sini untuk membuka mata mereka?

Aduh daripada pusing mikirin gituan mendingan kita banyak2 berdo'a untuk kebaikan bersama. Saya sering berdo'a ketika berkendara dan berpapasan dengan orang yang sepertinya kondisinya tidak seberuntung saya dengan lafadz :"Ya ALLAH berkahilah mereka". Semoga dengan do'a ini ALLAH memberi keberkahan untuk mereka dan meringankan pertanggungjawaban sosial saya kepada saudara seiman di akhirat kelak. Amin..

Tidak ada komentar: